Berbagai langkah konservasi lahan kritis telah
dilakukan pemerintah antara lain dengan reboisasi dan penghijauan.
Tetapi keberhasilan program reboisasi baru sekitar 68% sedangkan
penghijauan hanya 21%. Hal ini terjadi karena tiga kemungkinan yaitu
kurang tepatnya teknologi yang diterapkan, kondisi lahan kurang
dipelajari secara cermat dan tidak diterapkannya teknologi secara
sepenuhnya.
Paradigma pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan
sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Akibatnya sumberdaya
alam semakin langka dan menurun baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan telah menyebabkan
kondisi tanah menjadi kritis (rusak).
Data pusat penelitian tanah dan agroklimat
menyebutkan pada tahun 2005 terdapat lahan kritis yang mencapai luasan
52,5 hektar. Lahan kritis sebagian besar terdapat di hulu DAS yang
bentuk wilayahnya berbukit dengan curah hujan sangat tinggi sehingga
dalam pemanfaatannya harus berhati-hati karena dengan kondisi seperti
itu dapat memicu erosi yang berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering
umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam
pengelolaannya, oleh karena itu ketersediaan air menjadi sesuatu yang
sangat penting dalam pengelolaaan lahan kritis.
Untuk dapat menjamin adanya ketersediaan air baik dimusim penghujan dan musim kemarau diperlukan teknologi yang applicable dan
hemat biaya karena pada umumnya petani lahan kering hidup dalam garis
kemiskinan. Beberapa penelitian konservasi air dan lahan kritis telah
dilakukan dan diujicoba untuk dapat memaksimalkan simpanan air hujan dan
mengoptimalkan manfaat sumberdaya air terutama pada musim kemarau.
Dalam tulisan ini akan diuraikan dua metode konservasi lahan kritis yang
mungkin lebih baik dari pada membuka hutan jika ditinjau dari segi
pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam program
ekstensifikasi dan perbaikan produktivitas.
1. METODE VEGETATIF
Metode vegetatif yaitu metode konservasi lahan kritis
dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah,
tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman, serta
penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara vegetatif
dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki
sifat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran
dengan memperbesar granulasi tanah, penutupan lahan oleh seresah dan
tajuk yang akan mengurangi evaporasi dan dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Metode vegetatif juga memiliki manfaat dari segi
vegetasi tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga
dapat menambah pendapatan petani.
Aplikasi Metode Vegetatif :
A. Sistem Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong adalah suatu sistem dimana
tanaman pangan ditanam pada lorong diantara barisan tanaman pagar.
Sistem ini sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan
dan erosi dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama unsur N
untuk tanaman lorong. Teknologi budidaya lorong telah lama dikembangkan
dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi lahan kritis
untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan
kritis/kering di daerah tropika basah namun belum diterapkan secara luas
oleh petani.
Pada budidaya lorong konvensional tanaman pertanian
ditanam pada lorong-lorong diantara barisan tanaman pagar yang ditanam
menurut kontur. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat
menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman
budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari
lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan
melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.
B. Sistem Pertanaman Strip Rumput
Konservasi lahan kritis dengan sistem pertanaman
strip rumput hampir sama dengan pertanaman lorong tetapi tanaman
pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan
lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif
mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak.
Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman dilakukan
menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar
rumput dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal
musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara
barisan tanaman pokok.
C. Tanaman Penutup Tanah
Tanaman ini merupakan tanaman yang ditanam tersendiri
atau bersamaan dengan tanaman pokok. Manfaat tanaman penutup antara
lain untuk menahan atau mengurangi daya perusak bulir-bulir hujan yang
jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah, menambah bahan organik
tanah (melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh), serta berperan
melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah.
Peranan tanaman penutup tanah adalah mengurangi kekuatan disperasi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi.
Penyiangan intensif dapat menyebabkan tergerusnya
lapisan atas tanah. Untuk menghindari persaingan antara tanaman penutup
tanah dengan tanaman pokok pada konservasi lahan kritis dengan teknik
ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring weeding).
Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem pergiliran
tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak
(sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak
menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat
mengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah
yang tinggi, tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, toleransi
terhadap pemangkasan, resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman
semusim atau tanaman pokok lainnya, sesuai dengan kegunaan untuk
reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang tidak menyenangkan
seperti berduri atau sulur yang membelit.
Empat jenis tanaman penutup yang dapat digunakan yaitu : (a) jenis merambat (rendah), contoh ; Colopogonium moconoides, Centrosome sp, Ageratum conizoides, Pueraria sp, (b) jenis perdu/semak (sedang) contoh ; Crotalaria sp, Acasia vilosa, (c) jenis pohon (tinggi) contoh ; Leucaena leucephala (lamtorogung), Leucaena glauca (latoro lokal), Ablizia falcataria, (d) jenis kacang-kacangan contoh Vigna sinensis, Dolichos lablab (komak).
D. Mulsa
Mulsa adalah bahan-bahan (sisa panen, plastik dan
lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah.
Bermanfaat untuk mengurangi penguapan serta melindungi tanah dari
pukulan langsung butir-butir air hujan yang akan mengurangi kepadatan
tanah. Mulsa dapat berupa sisa tanaman, lembaran plastik dan batu. Mulsa
sisa tanaman terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi,
batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting
tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah
setebal 2 s/d 5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
Pada sistem agribisnis yang intensif dengan jenis
tanaman bernilai ekonomis tinggi sering digunakan mulsa plastik untuk
mengurangi penguapan air dari tanah, menekan hama penyakit dan gulma.
Lembaran plastik dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi
tanaman. Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa
digunakan sebagai mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah
ditutup dengan batu yang disusun rapat dengan ukuran batu berkisar
antara 2 s/d 10 cm.
Dalam pedoman praktek konservasi tanah dan air lahan
kritis BP2TPDAS-IBB ditunjukan peranan yang signifikan dari mulsa
terhadap aliran permukaan, infiltrasi dan erosi pada lahan
dengan kemiringan 5%. Penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Hanafi
(1992) juga menunjukkan bahwa pemberian mulsa seresah tanaman dapat
menghemat lengas tanah dari proses penguapan sehingga kebutuhan tanaman
akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu
pemberian mulsa seresah juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang
mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah.
E. Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam (landscape)
Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam (landscape)
mengikuti kebutuhan air yang sama sehingga irigasi dapat dikelompokkan
sesuai kebutuhan tanaman. Teknik konservasi lahan kritis seperti ini
dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air
yang sama dalam satu landscape. Pengelompokkan tanaman
tersebut akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air
irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman sehingga
air dapat dihemat.
F. Penyesuaian Jenis Tanaman Dengan Karakteristik Wilayah
Teknik konservasi ini dilakukan dengan cara
mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman alternatif
yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi dimasing-masing
daerah. Sebagai contoh tanaman jagung yang hanya membutuhkan air 0,8
kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai pengganti padi sawah
untuk antisipasi kekeringan. Pada daerah hulu DAS yang merupakan daerah
yang berkemiringan tinggi penanaman tanaman kehutanan menjadi komoditas
utama.
G. Penentuan Pola Tanam Yang Tepat
Baik untuk areal yang datar maupun berlereng
penentuan pola tanam disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat
untuk mengurangi devisit air pada musim kemarau. Hasil
penelitian Gomez (1983) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan
5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat
menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan
dibandingkan dengan jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan
air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam membuat pola tanam
yang optimal.
2. METODE SIPIL TEKNIS
Metode sipil teknis yaitu suatu metode
konservasi lahan kritis dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak
merusak lapisan olah tanah (top soil) yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. Usaha konservasi lahan kritis dengan metode sipil
teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservasi antara lain
pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras dan saluran
air (saluran pembuangan air, terjunan dan rorak).
Aplikasi Metode Pendekatan Sipil Teknis
A. Pembuatan Teras Pada Lahan Dengan Lereng Yang Curam
Pembuatan teras dilakukan jika budidaya tanaman
dilakukan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 8%. Namun demikian
budidaya tanaman semusim sebaiknya menghindari daerah berlereng curam.
Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi tanah antara lain : teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku, SPA dan hillside ditches.
B. Pembuatan Guludan
Guludan adalah suatu sistem konservasi lahan kritis
dimana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman
pagar. Sangat bermanfaat dalam mengatasi laju limpasan permukaan dan
erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk
tanaman lorong. Selain itu juga bermanfaat untuk memperbesar peresapan
air ke dalam tanah, memperlambat limpasan air pada saluran peresapan dan
sebagai pengumpul tanah yang tererosi sehingga sedimen tanah lebih
mudah dikembalikan ke bidang olah. Rorak adalah lubang atau penampang
yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan
meresapkan air aliran permukaan. Umumnya rorak dibuat dengan ukuran
panjang 1-2 meter, lebar 0,3-0,4 meter dan dalam 0,4-0,5 meter. Jarak
antar rorak dalam kontur adalah 2-3 meter dan jarak antara rorak bagian
atas dengan rorak di bawahnya 3-5 meter.
C. Wind Break
Wind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi). Kombinasi tanaman dengan tajuk berbeda sangat mendukung metode ini. Pola stage bouw (tajuk bertingkat) seperti di pekarangan tradisional adalah contoh yang baik untuk diterapkan.
D. Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan merupakan salah satu alternatif
dalam menyimpan air hujan pada musim penghujan dan untuk dapat digunakan
pada musim kemarau. Beberapa teknik pemanenan air hujan yang telah
dilakukan dibeberapa Negara yang beriklim kering adalah bangunan teras,
penanaman searah kontur, DAM, tadah hujan, kanal, waduk, mata air galian
dangkal dan berlubang serta irigasi pompa kecil dan wadi bank.
Teknik pemanenan air yang telah dilakukan di Indonesia antara lain embung dan chanel reservoir.
Embung merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam
untuk menampung air hujan dan air limpahan atau rembesan di lahan sawah
tadah hujan berdrainase baik. Embung sangat tepat diterapkan pada
kelerengan 0-30% dengan curah hujan 500-1000 mm/tahun, bermanfaat untuk
menyediakan air pada musim kemarau. Agar pengisian dan pendistribusian
air lebih cepat dan mudah embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran
air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Tanah bertekstur liat atau
lempung sangat cocok untuk pembuatan embung. Teknik konservasi air
dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan
rendah.
E. Dam Parit
Dam parit adalah suatu cara mengumpulkan atau
membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung
aliran air permukaan sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di
sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi dan
sedimentasi.
Keunggulan dam parit yaitu dapat menampung air dalam
volume besar akibat terbendungnya aliran air disaluran air/parit, tidak
menggunakan areal atau lahan pertanian yang produktif, mengairi lahan
cukup luas karena dibangun berseri diseluruh daerah aliran sungai (DAS),
menurunkan kecepatan aliran permukaan sehingga mengurangi erosi dan
hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi, memberikan
kesempatan agar air meresap kedalam tanah di seluruh wilayah DAS
sehingga mengurangi resiko kekeringan pada musim kemarau dan
pembuatannya lebih murah sehingga dapat dijangkau petani.
Konservasi air merupakan hal yang sangat relevan
untuk meningkatkan produktivitas lahan kering, mencegah banjir,
kekeringan dan tanah longsor. Prinsip dasar dari konservasi air adalah
menyimpan sebanyak-banyaknya air pada musim hujan dan memanfaatkan
kembali pada musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik konservasi air
yang dapat diimplementasikan di lahan kering tetapi keberhasilannya
sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi dan keinginan
petani.
Hal terakhir ini sering dilupakan oleh para pengelola
lahan kering. Petani berhak memilih teknik konservasi air yang paling
dapat diterima dan menguntungkan di mata petani. Akomodasi kepentingan
dan keinginan petani ini akan dapat lebih menjamin kelangsungan
pengembangan lahan kritis. Untuk dapat melakukan hal tersebut
pemberdayaan petani menjadi salah satu prioritas utama bersamaan dengan
penerapan teknik konservasi air.
Dengan adanya teknologi konservasi lahan kritis ini
memungkinkan adanya usaha tani konservasi sehingga akan lebih mendukung
program ketahan pangan nasional dan peningkatan kesejahteraan petani.
Manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian
lain yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis
alamiah secara efektif. Pertanian konservasi memanfaatkan proses
ekologis alami untuk mempertahankan kelembaban, meningkatkan kesuburan
tanah, memperkuat struktur tanah dan mengurangi erosi serta keberadaan
hama penyakit. Hal itu dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan
meminimalkan gangguan pada tanah, menyimpan sisa tanaman dan rotasi
tanaman.
Pertanian konservasi sangat sedikit mengganggu tanah
melainkan memberi kesempatan flora dan fauna tanah yang ada untuk tumbuh
subur secara alami. Flora dan fauna tanah tersebut akan membusukkan
sisa tanaman yang dijadikan penutup tanah oleh petani sehingga akan
menambah nutrisi pada tanah dan meningkatkan struktur humus tanah.
Selain itu pertanian konservasi mampu memanfaatkan hujan dengan lebih
baik sebab tanah yang ditutupi oleh sisa tanaman akan menyerap lebih
banyak air hujan dan mengalami lebih sedikit penguapan. Saat curah hujan
rendah lahan akan menangkap kelembaban yang ada di udara. Penutupan
lahan juga mengurangi kikisan air yang jika dipadukan dengan struktur
tanah yang telah diolah akan mampu mengurangi erosi tanah dari air dan
angin.
Akhirnya rotasi tanaman mendapatkan keuntungan dari
proses ekologis alamiah melalui kacaunya siklus hama penyakit dan
pemakaian tanaman polong-polongan untuk mengikat nitrogen di dalam
tanah. Dalam jangka panjang pertanian konservasi yang memanfaatkan
proses ekologis alami akan mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida oleh
petani sehingga mengurangi penggunaan input dari luar.
Adanya keterpaduan kegiatan yang mencakup aspek
biofisik, sosial ekonomi, kelembagaan dan keinginan petani maka
konservasi air dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
pengembangan lahan kritis/kering sebagai upaya pendukung gerakan
nasional kemitraan penyelamatan air dan konservasi lahan kritis.
Sumber : Sundari, SST (penyuluh pertanian BBPPTP) dalam tabloid sinar tani nomor 3428 tahun XI.II
http://sekarmadjapahit.wordpress.com/2011/12/13/konservasi-tanah-dan-air-pada-lahan-kritis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar