Photo Kegiatan SLPHT di Desa Tanah Periuk
Tanah Paser, 02/10 Pada kegiatan kali ini SLPHT di laksanakan di Desa Tanah Periuk dengan di hadiri Dinas Perkebunan yang diwakili oleh Sekretaris dan dari BKPP Kab Paser, serta Kepala UPTLTD - BP3K Kecamatan Tanah Grogot, serta PJS kepala desa juga turut hadir dalam acara tersebut atas kegiatan ini berada di bawah PPL bernama Ervina dan yaitu pada kelompok "Sumber Rezeki" yang di bawah pimpinan Muhammad Taher, tepatnya di gang Sampulolota, beberapa kegiatan tersebut dilakukan beberapa pertemuan sebanyak 12 kali, dalam hal ini Kepala UPTLTD - BP3K di dampingi oleh Subbag TU juga terjun kelapangan melihat hasil yang sudah di berikan materi beberapa uraian yang sempat di ungkapkan oleh Kepala UPTLTD - BP3K.
Sudarsono, SP, MP Mengatakan, "Perlu adanya komunikasi serta pengamatan secara berkesinambungan agar hama dapat ditanggulangi secara cepat agar tidak menjalar pada yang pokok padi lainnya, beliau juga menyarankan agar penggunaan kimia sebaiknya di kurangi karena salah satu contohnya saat kaki para petani turun kesawah dengan kaki maka bisa saja keong mas yang mati itu pecah terinjak lalu membuat luka pada kaki tentu saja bisa berbahaya, disamping itu pula ia menambahkan, kami harap dengan selesainya kegiatan SLPHT dan ditutup hari ini kami harapkan ilmu yang telah di berikan agar di praktekkan secara optimal." tegasnya dalam pertemuan tersebut.
beberapa ulasan mengenai Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) mulai dirintis pertama kali di
Indonesia dalam rangka Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu, yaitu pada
tahun 1990. Pada waktu itu istilah Sekolah Lapangan terdengar cukup aneh di
kalangan petani maupun masyarakat lain, tetapi empat tahun kemudian SLPHT telah
diselenggarakan di 10.000 kelompok tani di Indonesia, serta ribuan desa
pertanian lainnya dalam bentuk IPM Farmer Field School (Sekolah Lapangan
PHT) di Vietnam, China, Phillipines, Banglades, India, Korea Selatan,
Muangthai, dan Srilangka. Dalam hal ini SLPHT yang dikembangkan di Indonesia
merupakan sumbangan yang berarti bagi Petani di Indonesia dan di negara-negara
lain. Saat ini di Indonesia telah berkembang SLPHT pada berbagai komoditi
selain padi, di antaranya adalah pada tanaman buah-buahan, sayuran, dan tanaman
lainnya, serta telah jutaan alumni SLPHT dihasilkan sebagai Petani Ahli PHT.
Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan metode penyuluhan untuk
mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu. Sekolah Lapangan (i) mempunyai
peserta dan pemandu lapangan, (ii) merupakan sekolah di lapangan dan peserta
mempraktekkan/menerapkan secara langsung apa yang dipelajari, (iii) mempunyai kurikulum, evalusai dan sertifikat tanda lulus, dan (iv) dimulai dengan
acara pembukaan, penutupan, kunjungan lapangan/study tour dan diakhiri
dengan temu lapangan.
Metode
penyuluhan sekolah lapangan lahir berdasarkan atas dua tantangan pokok, yaitu keanekaragaman
ekologi dan peran petani sebagai manajer (ahli PHT) di lahannya sendiri.
Pengendalian Hama Terpadu sulit dituangkan melalui model penyuluhan biasa
(poster, ceramah dan lainnya), antara lain karena keanekaragam ekologi daerah
tropik, oleh karena itu PHT mutlak bersifat lokal. PHT bekerja sama dengan alam
dan tidak menentangnya. Upaya mengubah Petani agar menjadi manajer
lahannya/ahli PHT pada dasarnya merupakan pengembangan sumberdaya manusia.
Untuk menuju pertanian berkelanjutan petani merupakan sumberdaya masyarakat
tani itu sendiri yang mampu memperbaiki teknologi pertanian secara
berkesinambungan.
Ciri-ciri
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu adalah sebagai berikut :
· Petani dan Pemandu adalah warga
belajar dan saling menghormati;
· Perencanaan bersama oleh
kelompok tani;
·
Keputusan bersama oleh anggota kelompok tani;
· Cara belajar lewat
pengalaman/Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi);
·
Melakukan sendiri, mengalami sendiri, dan menemukan sendiri;
· Materi pelatihan dan praktek
terpadu di lapangan;
· Sarana belajar adalah lapangan
usahatani (Agroekosistem);
· Pelatihan selama satu siklus
perkembangan tanaman (sesuai fenologi tanaman);
· Kurikulum yang rinci dan
terpadu;
·
Sarana serta bahan mudah dan praktis, serba guna, dan mudah diperoleh
dari lapangan;
·
Demokratis, kebersamaan, keselarasan, partisipatif dan tanggung jawab.
Lahan/lapangan dan ekologi pertanian setempat yang hidup dan dinamis merupakan
sarana belajar utama, jika diperlukan sarana belajar lain, maka hanya berupa
”Petunjuk Teknis”, yaitu petunjuk/pedoman langkah-langkah proses belajar.
Peserta Sekolah Lapangan PHT adalah petani pemilik dan penggarap lahan
usahatani yang responsif terhadap teknologi baru, produktif, baik pria maupun
wanita. Sebagai petani mereka bukan milik
dan bawahan siapapun.(WS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar